Sunday, April 27, 2008

Pemantapan Pelaksanaan PNPM Mandiri

Pemantapan Pelaksanaan PNPM Mandiri
oleh: Aburizal Bakrie

PROGRAM Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) yang baru berjalan sekitar delapan bulan sejak diluncurkannya oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu, di lapangan telah memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pelaksanaan program-program pemberdayaan yang dilaksanakan secara sendiri-sendiri sebelumnya.

Konsolidasi dalam hal penentuan lokasi, penganggaran, indikator keberhasilan, serta monitoring dan evaluasi yang dipikirkan bersama-sama oleh Tim Pengendali PNPM Mandiri, ternyata memberikan arah yang lebih jelas dalam upaya bangsa ini untuk meningkatkan pembangunan manusia. Upaya pembangunan manusia dan peningkatan kesejahteraan rakyat harus dimulai dari upaya penanggulangan kemiskinan, keterbelakangan, dan ketertinggalan. Tanpa kita dapat menyelesaikan masalah kemiskinan dan pengangguran, keterbelakangan, dan ketertinggalan, mustahil kita dapat mencapai tingkat kesejahteraan rakyat yang kita cita-citakan.


Penanggulangan kemiskinan, keterbelakangan, dan ketertinggalan merupakan prioritas utama pembangunan yang dijalankan oleh Pemerintah, sejak jaman orde lama, orde baru sampai pada kabinet-kabinet yang disusun pada era reformasi ini, meskipun pola kebijakannya berbeda sesuai dengan tantangan yang dihadapi pada masanya. Indonesia telah melaksanakan upaya penanggulangan kemiskinan selama tiga dasawarsa yang lalu dan telah berhasil mengurangi jumlah penduduk miskin secara signifikan terutama pada masa sebelum krisis ekonomi. Namun demikian kondisi tersebut dengan cepat berubah dengan adanya krisis yang melanda Indonesia.

Hal ini disebabkan karena masyarakat miskin di negara kita masih rentan terhadap perubahan situasi politik, ekonomi, sosial, dan juga bencana alam yang terjadi di beberapa daerah. Kondisi tersebut memberikan pengalaman kepada kita bahwa upaya penanggulangan kemiskinan memerlukan strategi yang komprehensif, terpadu dan berkelanjutan dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat.
Selama ini, upaya penanggulangan kemiskinan dan pengangguran baik yang dijalankan oleh kementerian dan lembaga ataupun oleh Pemerintah Daerah cenderung satu dengan yang lainnya tidak terkait sehingga masih ada tumpang tindih dalam pelaksanaan program dan kesenjangan pelaksanaan program antara satu daerah dengan daerah lainnya.

Masalah dalam penanggulangan kemiskinan dan pengangguran, terutama pada era Kabinet Indonesia Bersatu bukan terletak pada dana namun pada kurangnya koordinasi dalam penyelenggaraan program-program terkait. Pendanaan atau anggaran untuk penanggulangan kemiskinan meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2004 mencapai 18 Triliun Rupiah, Tahun 2005 mencapai 32 Triliun Rupiah, Tahun 2007 mencapai 42,1 Trilliun Rupiah, dan Tahun 2008 berdasarkan DIPA kementerian/lembaga mencapai 80 Trilliun Rupiah termasuk untuk subsidi bagi masyarakat miskin.
Anggaran tersebut tersebar di 22 kementerian/lembaga dan pada tahun 2006 misalnya, terdapat 53 program yang dijalankan oleh kementerian/lembaga tersebut dengan aturan dan pedoman teknis yang berbeda satu dengan yang lain. Dengan belajar dari pengalaman yang baik maupun yang gagal, kita menemukan bahwa penanganan penanggulangan kemiskinan selama ini harus diubah. Pengalaman mengajarkan kepada kita bahwa yang harus menjadi aktor utama untuk mengeluarkan masyarakat miskin dari lingkaran kemiskinan adalah masyarakat miskin itu sendiri, bukan pemerintah ataupun pihak lain. Untuk itu, masyarakat miskin harus ditingkatkan kemampuannya untuk menjadi modal sosial untuk kemudian diberdayakan dan ditingkatkan kemandiriannya.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada pendekatan pemberdayaan masyarakat justru memberikan hasil yang lebih efektif dan tingkat keberlanjutannya jauh lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh proyek seperti biasa. Pengalaman penanggulangan kemiskinan mengajarkan kepada kita juga bila masyarakat miskin diberikan peluang yang sebesar-besarnya untuk menentukan arah yang mereka sukai untuk keluar dari lingkaran kemiskinan, maka masyarakat miskin akan bergiat bahkan tidak ragu-ragu akan memberikan berbagai kontribusi dalam bentuk apapun yang mereka mampu untuk terlibat dalam upaya pemberdayaan masyarakat tersebut. Rasa kepemilikan terhadap program akan lebih kuat dan ada perasaan bahwa mereka dihargai oleh pemerintah untuk menentukan sendiri.
Proses demokratisasi pada tataran komunitas atau ’akar rumput’ ini yang juga diterapkan pada program-program pemberdayaan masyarakat.

Pada prinsipnya, upaya pemberdayaan masyarakat yang dijalankan untuk menanggulangi kemiskinan dan pengangguran harus mencakup upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat menjadi modal sosial (social capital), upaya mengembangkan kewira-usahaan sosial (social entrepreneurships) yang digerakkan melalui upaya pendampingan masyarakat, dan upaya untuk meningkatkan akses terhadap modal ekonomi/sumber daya kapital langsung kepada masyarakat, misalnya melalui penyediaan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Tanpa dukungan ketiga aspek ini secara memadai, mustahil pula upaya pemberdayaan masyarakat terutama dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan pengangguran dapat berhasil secara efektif.

Sumber: http://www.menkokesra.go.id/content/

No comments: